Menikmati Sajiah Teh dan Nuansa Pecinan di Pantjoran Tea House

09 May 2025   |   15:00 WIB

Di tengah perkembangan bisnis kuliner dan perubahan gaya hidup masyarakat, kafe dan coffee shop kini bukan hanya tempat untuk menikmati aneka minuman dan makanan saja. Lebih dari itu, masyarakat mulai menginginkan pengalaman berbeda saat berkunjung ke suatu kafe.

Tak heran bila banyak bermunculan kafe dengan konsep unik yang menawarkan desain interior yang unik, tema yang tidak biasa, cara penyajian yang menarik, hingga lokasi dengan pemandangan menakjubkan. 

Baca juga: Buka di Indonesia, CHAGEE Hadirkan Alternatif Baru dalam Menikmati Teh

Salah satunya adalah Pantjoran Tea House. Di tengah hiruk-pikuk Kota Jakarta, Pantjoran Tea House menawarkan sesuatu yang berbeda. Berlokasi di kawasan Glodok, tempat ini bukan sekadar kedai teh, tetapi telah menjadi saksi perjalanan sejarah Pecinan Jakarta sejak abad ke-17. 

Berdasarkan penuturan dari Jessica Septia dan Tim Manajemen Pantjoran Tea House, bangunan yang menjadi tempat  berdirinya kedai teh ini mulanya adalah sebuah toko obat  bernama Apotheek Chung Hwa, yang berdiri sekitar tahun 1928. Namun, akar sejarahnya jauh lebih panjang karena lokasi ini sudah menjadi bagian dari komunitas Tionghoa di Batavia sejak tahun 1635. 

Dalam upaya revitalisasi kawasan Kota Tua agar diakui sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO, pada 2015 bangunan ini direnovasi oleh arsitek Ahmad Djuhara. Hasilnya, sebuah kedai teh dengan nuansa oriental klasik yang tidak hanya menyajikan minuman, tetapi juga membawa pengunjung dalam perjalanan sejarah dan budaya. 

“Kami ingin menghidupkan kembali kisah Pecinan Jakarta dan mengajak generasi muda untuk merasakan makna di balik setiap cangkir teh,” ujar Jessica.

Begitu memasuki Pantjoran Tea House, suasana khas Pecinan klasik langsung terasa. Interiornya didominasi warna merah dan emas, dengan lampion-lampion cantik, lukisan klasik, serta jendela besar ala rumah-rumah tradisional China.  Atmosfer yang dihadirkan tersebut seolah membawa kembali ke masa lalu.

Selain sejarah bangunanan dan interiornya yang menarik, hal lain yang menjadi daya tarik utama Pantjoran Tea House adalah penyajian tehnya yang mengusung tradisi Gong Fu Cha. Teknik ini berasal dari budaya China dan dikenal sebagai cara penyeduhan teh yang penuh filosofi. 

“Di sini, kami tidak hanya menyajikan teh, tetapi juga menghadirkan pengalaman minum teh yang otentik. Setiap cangkir yang kami hidangkan memiliki cerita dan makna,” tuturnya.

Selain ritual teh, pengunjung bisa menikmati beragam hidangan khas China seperti dim sum halal, mi, dan berbagai menu otentik lainnya. 

Pantjoran Tea House juga mempertahankan tradisi Patekoan, yaitu menyediakan delapan teko berisi teh gratis yang bisa diminum oleh siapa saja yang lewat. Tradisi ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, sebagai bentuk keramahan komunitas China di Jakarta terhadap para musafir dan pejalan kaki. 

"Melalui tradisi ini, kami ingin menunjukkan bahwa teh bukan sekadar minuman, tetapi juga simbol kebersamaan dan keramahan," tambah Jessica.

Dengan kapasitas 70 orang, tempat ini selalu ramai oleh pengunjung dari berbagai kalangan, mulai dari pecinta teh, wisatawan sejarah, hingga anak muda yang ingin menikmati suasana khas oriental.